Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Danantara Indonesia merupakan badan pengelola investasi Indonesia yang dicetuskan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk mengelola investasi dan kekayaan dari badan usaha yang dimiliki negara untuk masa depan Indonesia. Ide program ini patut diapresiasi mengingat Indonesia perlu memiliki Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana kekayaan negara untuk mengelola kekayaan negara secara optimal untuk mempercepat pembangunan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
Pengelolaan Danantara menjadi program jangka panjang dan memberikan multiplier effect besar bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan aset dalam negeri. Dengan menjadikan konsolidasi BUMN di sebuah komando memberikan peluang besar bagi terkumpulnya investasi senilai 1 triliun dollar AS menjadi layak untuk diperhatikan, transparan, dan dikelola secara bertanggung jawab penuh.
Mengingat berbagai persoalan yang masih menjadi pertimbangan investor baik di dalam dan luar negeri seperti maraknya korupsi dan penyuapan, penegakkan hukum lemah, dan regulasi yang belum mumpuni menjadi polemik dana mahabesar ini dikelola dengan tepat.
Memahami Konseptual Investasi Danantara
Secara teori ekonomi makro, pembentukan Danantara dapat dianalisis melalui pendekatan Endogenous Growth Theory atau teori pertumbuhan endogen yang dicetuskan oleh Romer pada tahun 1986 di mana investasi pada aset produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan teknologi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Jika dikelola dengan efektif, SWF seperti Danantara dapat menjadi katalisator bagi investasi domestik maupun asing melalui skema crowding–in, yakni mendorong partisipasi sektor swasta melalui kepastian dan sinyal kebijakan positif dari pemerintah. Meskipun aset Danantara ditujukan kepada perusahaan BUMN tetapi manfaat yang akan diterima akan relatif sama jika mampu dioptimalkan dengan baik dan berhati-hati.
Berdasarkan teori portofolio investasi, diversifikasi aset negara melalui Danantara memungkinkan pengelolaan kekayaan negara berjalan efisien dengan teknik superholding BUMN yang saat ini berjalan. Redistribusi investasi pada sektor-sektor strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak akan mengurangi ketergantungan pada pendapatan komoditas dan kekayaan ekstraktif.
Indonesia mampu menciptakan peningkatan kekayaan penerimaan negara lebih optimal dan melakukan pembangunan lebih berkualitas serta menjaga stabilitas fiskal dari defisit yang terus berjalan hingga saat ini karena program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyedot APBN.
Persoalan Tata Kelola Institusi
Persoalan pejabat publik yang sering terlibat skandal korupsi menjadi tantangan serius untuk mempercayai kebijakan prioritas Danantara berjalan baik, apalagi mengelola kekayaan negara yang sangat besar dan termasuk salah satu terbesar di dunia ini. Persoalan mental para pejabat memiliki integritas rendah tidak dapat disalahkan mengingat persoalan korupsi sudah sangat masif berjalan hingga akhir-akhir ini.
Studi Acemoglu yang akhirnya memperoleh penghargaan nobel ekonomi tahun 2024 memberikan pembelajaran penting bahwa tata kelola kelembagaan suatu negara sangat memengaruhi kualitas pembangunan ekonomi masyarakat. Kelemahan sistem dan tidak berjalannya check and balances turut memperburuk kualitas pembangunan masyarakat.
Oleh karena itu, persoalan penting ini seharusnya menjadi perhatian utama bagi pembuat kebijakan dalam merancang sistem pengelolaan investasi yang transparan, efisien dan memiliki kontrol yang kuat.
Perencanaan Program Prioritas
Sebagai lembaga pengelola kekayaan negara, Danantara perlu memiliki peta jalan investasi jangka panjang untuk mewujudkan Indonesia emas 2045 bisa digapai mulai dari saat ini secara terukur. Program investasi Danantara sangat strategis dan menjadi multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi nasional, seperti infrastruktur, energi hijau, teknologi digital, dan ketahanan pangan.
Berdasarkan data Bappenas (2024), kebutuhan investasi Indonesia hingga tahun 2029 nanti diperkirakan mencapai sekitar Rp 47.587,3 triliun, dengan porsi pembiayaan dari swasta dan masyarakat sangat dominan, yakni 86,7 persen yang berarti membutuhkan peran aktif lembaga seperti Danantara untuk menjembatani kebutuhan tersebut.
Dengan merujuk pada praktik global, salah satunya investasi Sovereign Wealth Fund yang dimiliki Temasek (Singapura) telah mengarahkan investasinya pada sektor-sektor strategis dengan pendekatan commercial returns with national interest.
Artinya, sumber daya investasi yang dilakukan tidak hanya diarahkan untuk mendapatkan keuntungan finansial dalam jangka pendek, tetapi juga untuk memperkuat daya saing nasional secara jangka panjang. Hal ini penting dicontoh agar Danantara tidak hanya menjadi ‘kantong investasi’, tetapi juga kendali penuh arah pembangunan ekonomi nasional di masa depan.
Evaluasi Program Prioritas Berjalan
Pemerintah perlu merestrukturisasi sistem dan pengawasan program Danantara dari hulu ke hilir. Memastikan orang-orang yang ditempatkan memiliki integritas yang tinggi, memahami persoalan teknis serta memberikan ruang publik secara luas untuk melakukan pengawasan bersama.
Skema investasi yang mengoptimalkan dari penggabungan BUMN harus dirancang agar tidak hanya menguntungkan secara komersial, tetapi juga berdampak sosial terhadap masyarakat sekitar. Skema investasi yang memberikan hasil optimal dengan skala efisiensi yang terukur agar program ini berkelanjutan jangka panjang dan menjadi aset negara yang berdampak besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Upaya pemerintah harus dibuktikan dengan transparansi anggaran, keberlanjutan lingkungan, serta keterlibatan masyarakat lokal dalam rantai pasok perlu menjadi indikator utama evaluasi keberhasilan program ini. Penyelenggaraan investasi strategis tanpa akuntabilitas dan integritas yang kuat serta mekanisme evaluasi yang jelas, program prioritas nasional ini rentan menjadi proyek elitis yang jauh dari semangat keadilan sosial dan pemerataan pembangunan.
(miq/miq)
Sumber: www.cnbcindonesia.com