Jakarta, CNBC Indonesia – Saham murah sering menjadi pilihan para investor karena beberapa alasan strategis dan psikologis yang kuat. Investor pun lebih menyukai saham murah karena mereka melihat peluang keuntungan besar dengan risiko yang terukur.

Saham murah pun menarik bagi para investor karena saham yang harganya sedang murah alias underpriced berpotensi mengalami kenaikan harga ketika perusahaan menunjukkan kinerja yang lebih baik atau pasar menyadari nilainya yang sebenarnya. Hal ini memberi peluang capital gain yang besar bagi investor.

Dengan harga saham yang lebih rendah, investor bisa membeli lebih banyak saham dari berbagai perusahaan dengan modal yang relatif kecil, sehingga portofolio mereka menjadi lebih terdiversifikasi dan risikonya bisa ditekan.

Saham murah berarti harganya lebih rendah dibandingkan nilai sebenarnya dari perusahaan tersebut.

Salah satu cara melihat apakah saham itu murah atau tidak adalah dengan menggunakan rasio Price to Book Value (PBV), yang dimana nilai buku mencerminkan nilai kekayaan bersih perusahaan (aset – liabilitas) yang dimiliki pemegang saham, dibagi jumlah saham yang beredar.

Akan tetapi perlu di garis bawahi bahwa PBV rendah belum tentu berarti saham bagus. Bisa juga karena perusahaan terus merugi, aset tidak likuid atau nilainya turun misalnya pabrik tua dan persediaan usang. Adapun manajemen buruk, atau sektor bisnisnya sedang sekarat.

PBV murah biasanya berada di level di bawah angka 1.

Selain dari PBV, saham murah juga bisa dilihat dari Price to Earnings Ratio (PER atau P/E Ratio). Ini adalah salah satu indikator paling populer untuk menilai apakah saham itu murah atau mahal. PER menunjukkan berapa banyak investor bersedia membayar untuk setiap rupiah laba perusahaan.

Secara umum, PER yang rendah dianggap sebagai indikasi saham murah alias undervalued karena investor bisa “membeli laba” dengan harga lebih murah.

Akan tetapi, PER rendah tidak selalu bagus, bisa jadi karena perusahaan sedang turun tajam labanya sehingga PER-nya kelihatan kecil. Selain itu, perusahaan sedang menghadapi masalah serius seperti utang besar hingga kehilangan pasar. Adapun, sektor bisnisnya sedang tidak diminati investor.

Untuk lebih meyakinkan, investor dapat melihat pada Net Profit Margin (NPM), yang menjadi langkah penting dalam menilai apakah saham yang tampak murah benar-benar layak beli atau tidak.

NPM menunjukkan seberapa besar laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah penjualan. Semakin tinggi, semakin efisien perusahaan menghasilkan keuntungan.

CNBC Indonesia Research telah menganalisa 10 saham murah yang memiliki pertumbuhan NPM cukup baik sehingga bukan sekedar saham murahan.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)



Sumber: www.cnbcindonesia.com

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *