Jakarta, CNBC Indonesia – Jake Wood, Direktur Eksekutif dari Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah organisasi kemanusiaan swasta yang didukung pemerintah Amerika Serikat, mengumumkan pengunduran dirinya pada Minggu (25/5/2025) dengan alasan bahwa lembaga tersebut tidak lagi mampu mempertahankan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan, netralitas, ketidakberpihakan, dan independensi dalam pendistribusian bantuan ke Jalur Gaza.
“Saya tidak dapat mengkhianati prinsip-prinsip kemanusiaan, netralitas, ketidakberpihakan, dan independensi, yang tidak akan saya tinggalkan,” ujar Wood dalam pernyataannya, dilansir Reuters.
Namun, ia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai faktor spesifik di balik keputusannya, dan hingga kini belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi dari media.
Wood, seorang mantan anggota Marinir AS, telah menjabat sebagai direktur eksekutif GHF selama dua bulan terakhir. Pengunduran dirinya datang hanya beberapa hari sebelum lembaga tersebut dijadwalkan memulai pengiriman bantuan langsung ke Gaza.
Dalam pernyataan terpisah, Dewan Direksi GHF mengaku kecewa atas keputusan Wood namun menegaskan komitmennya untuk tetap melanjutkan misi kemanusiaan.
“Truk-truk kami telah terisi penuh dan siap dikirim,” sebut pernyataan resmi GHF. “Kami akan mulai mendistribusikan bantuan secara langsung di Gaza mulai Senin, dengan target menjangkau lebih dari satu juta warga Palestina pada akhir pekan ini.”
Lembaga itu menyatakan bahwa mereka akan meningkatkan skala operasi dengan cepat untuk menjangkau seluruh populasi Gaza dalam beberapa minggu mendatang.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa pemerintah tetap mendukung rencana GHF untuk segera menyalurkan bantuan. Ia mengutip Presiden AS Donald Trump yang sebelumnya menegaskan bahwa “rakyat Palestina sangat membutuhkan bantuan.”
Kritik PBB dan Kontroversi Skema Distribusi
GHF didirikan pada Februari 2025 sebagai bagian dari rencana baru yang diinisiasi oleh pemerintah Israel, dan melibatkan perusahaan-perusahaan swasta alih-alih lembaga internasional seperti PBB dan organisasi bantuan yang selama ini menangani distribusi bantuan untuk Palestina.
Skema baru tersebut bertujuan menyalurkan bantuan ke sejumlah lokasi distribusi yang disebut “aman” di wilayah selatan Gaza. Namun, pendekatan ini telah menuai kritik tajam dari berbagai pejabat PBB, yang menyatakan bahwa sistem tersebut justru akan memperburuk kondisi, memicu relokasi paksa warga Palestina, dan meningkatkan kekerasan.
Sementara itu, situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk seiring konflik berkepanjangan antara Israel dan kelompok militan Hamas yang pecah sejak Oktober 2023. Setelah menutup total akses ke wilayah tersebut sejak Maret, Israel mulai melonggarkan blokade akibat tekanan internasional yang meningkat dalam beberapa hari terakhir.
Namun, akses bantuan masih sangat terbatas. Laporan dari pemantau kelaparan global memperingatkan bahwa setengah juta warga Palestina-sekitar seperempat populasi Gaza-menghadapi ancaman kelaparan akut.
Israel menuduh Hamas telah mencuri bantuan, tuduhan yang dibantah oleh kelompok tersebut. Pemerintah Israel juga menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan tidak akan dibiarkan masuk secara penuh hingga semua sandera yang ditahan Hamas dalam serangan Oktober dibebaskan.
Dalam sebuah surat kepada otoritas Israel awal bulan ini, Wood menegaskan bahwa GHF tidak akan membagikan data pribadi penerima bantuan, menandakan adanya tekanan dari pihak Israel untuk memberikan informasi sensitif. Ia juga meminta Israel memfasilitasi aliran bantuan dengan menggunakan “mekanisme yang sudah ada” sampai infrastruktur GHF siap sepenuhnya.
Wood menekankan bahwa langkah tersebut penting untuk meringankan penderitaan di Gaza dan mengurangi tekanan terhadap titik-titik distribusi pada hari-hari awal operasi.
(luc/luc)
Next Article
Video: Resmi Gencatan Senjata, Truk Bantuan Diizinkan Masuk Rafah
Sumber: www.cnbcindonesia.com