Jakarta, CNBC Indonesia – Modus perusahaan yang nakal kepada pekerjanya terutama pekerja Gen Z semakin terlihat di mana hal ini menimbulkan potensi perbudakan zaman modern terutama di sektor logistik. Andi, salah satu pekerja di sektor logistik membenarkan demikian.
Ada perusahaan yang mengakali hak-hak pekerjanya hingga memanfaatkan kesulitan Gen Z dalam mencari kerja. Selain itu, ada beberapa modus yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja kasar yang mayoritas diisi oleh Gen Z.
Menurutnya, modus pertama yakni membuka lowongan kerja saat Hari Belanja Nasional (Harbolnas) yang kerap terjadi di tanggal unik seperti contoh pada bulan ini yakni tanggal 5 atau bisa disebut 5.5.
“Mereka butuh mempekerjakan para-para pekerja, pada hari saat promo besar-besaran, misal di tanggal 5.5 gitu, untuk menangani paket-paket. Pada hari itu tuh, memang paket itu banyak banget. Ada mungkin sampai 2.000-3.000 paket mereka harus mempekerjakan,” kata Andi kepada CNBC Indonesia, Senin (26/5/2025).
Saat lowongan tersebut muncul, masyarakat Gen Z pun berbondong-bondong melamar karena makin sulitnya persaingan mencari kerja. Namun sayangnya, Ketika sudah direkrut oleh perusahaan tersebut, hak-hak pekerja tak kunjung diberikan.
Bahkan, masa kerja juga terbilang singkat yakni dari dua hingga tiga hari. Jam kerjanya pun memprihatinkan yakni selama 15 jam. Belum lagi gaji yang dibayarkan tidak sesuai yang diharapkan.
“Banyak temuan seperti itu, terutama di rekan-rekan saya, mereka bekerja belasan jam, digaji cuma Rp 50.000. Bahkan ada yang tidak digaji. Mereka juga cuma bertahan selama 2-3 hari, setelah itu mereka tidak dilanjutkan kerjanya,” ungkap Andi.
Foto: Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menggelar Job Fair Kemnaker 2025 yang diselenggarakan pada 22-23 Mei 2025 di Gedung Kemnaker, Jakarta Selatan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menggelar Job Fair Kemnaker 2025 yang diselenggarakan pada 22-23 Mei 2025 di Gedung Kemnaker, Jakarta Selatan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
|
Modus ketiga yakni diimingi oleh janji kerja, di mana setelah masa kerja habis, pekerja dijanjikan akan Kembali direkrut tetapi nyatanya tidak sama sekali.
“Ada juga yang sudah habis masa kerjanya, terus diberhentikan, tetapi juga dijanjikan untuk dipanggil lagi nanti. Tetapi nyatanya tidak dipanggil-panggil lagi. Nah, dari situ tuh, kadang-kadang tuh orang-orang itu nggak bayar gaji mereka,” ujar Andi.
Modus keempat yakni alasan dana dari induk perusahaan belum turun.
“Ada lagi alasan-alasan, misal dana untuk bayar gaji belum turun dari induk, belum dapet duit nih, belum turun dari atas. Banyak tuh orang-orang yang nanya, akhirnya, yaudahlah, nggak usah diambil,” ujarnya.
Modus lain yakni pekerja tidak mencapai target dan akhirnya perusahaan tidak lagi melanjutkan karena hal tersebut.
“Ada lagi misalnya, dia orang udah kerja tiga hari, terus dia tidak mencapai targetnya. Tiba-tiba perusahaan bilang kerjanya tidak bagus. Akhirnya di off-in. Pekerja nanya gaji, perusahaan berdalih akan ditransfer secepatnya, tapi nyatanya tidak ditransfer-transfer,” lanjut Andi.
Sebaliknya, menurut Usuf pekerja di bidang logistik lainnya mengaku memang ada modus-modus tersebut. Namun tidak semuanya dianggap kesalahan dari vendor, tetapi juga dapat dari pekerja itu sendiri, yakni melalui sistem perekrutan keluarga atau rekan terdekatnya.
“Modus-modus seperti halnya gaji tidak dibayar, jam kerja terlalu panjang, janji kerja kembali, dan lain-lain memang ada, tetapi juga ada dari pihak pekerja yang muncul karena perekrutan keluarga atau rekan terdekatnya, jadi tidak selamanya kesalahan dari pihak vendor saja,” kata Usuf.
Usuf menjelaskan perekrutan ini, di mana dari pihak vendor akan mengumumkan lowongan dengan cara merekrut rekan terdekat pekerja yang bersangkutan, kemudian pekerja tersebut akan mencari beberapa rekan terdekatnya untuk masuk ke perusahaan tersebut. Namun terkadang, rekan-rekannya melakukan negosiasi baik segi gaji atau fasilitas.
“Kalau mengambil dari rekan terdekatnya, mereka terkadang ada yang minta negosiasi, entah gaji atau fasilitas, dan yang ini bisa terjadi kecurangan dari sisi pekerja,” ungkap Usuf.
Selain itu, modus lainnya yang sudah lumrah dan dilakukan oleh vendor-vendor nakal yakni tidak adanya pelatihan di hari pertama setelah pekerja diterima bekerja.
“Setelah ada lowongan, terus kesaring beberapa pekerja, keterima lah setelah itu, tapi biasanya yang vendor nakal ini, tidak ada pelatihan di hari pertama, jadi seakan pekerja dilepas bekerja tanpa ada pelatihan skill, alhasil tidak berjalan efektif,” ujar Usuf.
Oleh karena itu, Usuf menambahkan bahwa praktik ini memang diakibatkan oleh vendor-vendor nakal yang memanfaatkan pekerja yang sangat butuh penghasilan. Tetapi ia tidak menapik kecurangan juga bisa terjadi dari sisi pekerja.
“Ya memang kalau berbuat curang itu pasti dikaitkan oleh oknum. Nah disini oknumnya bisa siapa saja, tadi mungkin vendor nakal, bisa juga dari pekerjanya, yang rekrut teman dekatnya, tapi minta negosiasi,” pungkasnya.
(chd/wur)
Next Article
Alasan Perusahaan Pecat Karyawan Gen Z: Mabuk Game-Kerja Tak Produktif
Sumber: www.cnbcindonesia.com