Jakarta, CNBC Indonesia – Bisnis hotel dan restoran makin tertekan karena rumitnya regulasi dan banyaknya jenis sertifikasi yang menambah beban finansial. Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono menyebut biaya yang timbul dari proses tersebut dinilai makin memperparah potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
“Ada delapan jenis izin dan sertifikasi yang harus dipenuhi, mulai dari izin lingkungan, SLF, sertifikasi halal, hingga perizinan minuman beralkohol. Biayanya besar, prosesnya panjang, dan seringkali tumpang tindih antar instansi,” ujar Sutrisno dalam konferensi pers PHRI Jakarta melalui zoom, Senin (26/5/2025).
Salah satu yang paling dikeluhkan adalah Sertifikat Laik Fungsi (SLF), yang wajib dimiliki oleh bangunan lama maupun baru. Namun menurut PHRI, beban ini terasa tidak adil bagi hotel-hotel yang sudah berdiri sebelum aturan diberlakukan, apalagi yang berada di dalam pusat perbelanjaan dan tidak memiliki ruang pengelolaan sampah sendiri.
Di sisi lain, kewajiban memiliki sertifikat halal untuk layanan makanan dan minuman, sertifikat laik sehat, hingga perizinan alkohol juga dituding memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
“Bayangkan, semua itu harus dipenuhi bersamaan saat okupansi hotel sedang turun, dan biaya operasional seperti air, gas, dan UMP melonjak tajam. Tekanannya luar biasa,” jelas Sutrisno.
Ia mengingatkan, jika tidak ada penyederhanaan regulasi dari pemerintah, pelaku usaha akan semakin kesulitan bertahan. Banyak di antara mereka yang sudah mulai merumahkan karyawan harian dan kontrak. Sebagian lainnya menahan diri dari membuka lowongan atau menerima peserta magang.
PHRI juga menilai rumitnya regulasi ini kontraproduktif terhadap semangat pemulihan ekonomi pascapandemi. Padahal, industri perhotelan dan restoran merupakan salah satu penyumbang utama bagi perekonomian Jakarta, dengan kontribusi 13% terhadap Pendapatan Asli Daerah dan menyerap lebih dari 600 ribu tenaga kerja.
“Kalau beban izinnya tidak dikurangi, gelombang PHK bisa makin besar. Kami mohon pemerintah tidak hanya bicara pemulihan, tapi juga menciptakan iklim usaha yang kondusif,” tambah Sutrisno.
PHRI juga meminta agar sistem perizinan dan sertifikasi lintas instansi diintegrasikan, transparan, dan efisien. Dengan begitu, kata mereka, pengusaha bisa fokus menjaga operasional, bukan justru tenggelam dalam urusan administratif yang tak berujung.
(hsy/hsy)
Sumber: www.cnbcindonesia.com